“Mengerikan,” komentar Milly ketika keempatnya mengelilingi liang kecil mirip lubang hewan pengerat. “Jadi, ini yang disebut Jalur Tikus?”
“Benar. Jadi langsung saja kita mulai kalau begitu,” jawab Si Petung merentangkan kedua tangannya.
“Tunggu dulu. Apa tidak sebaiknya mereka dibekali dengan Mantra Standar Tingkat Pemula?” saran Sandra, menoleh ke Arnold dan lima senti di atas ubun-ubun Milly.
Milly menolak mentah-mentah tanpa perlu berfikir. "No way!"
Sepertinya Milly masih ingat kejadian yang menimpa rambutnya saat menggunakan Sisir Suka-Suka. Saat menghadiri ulang tahun Willy, dia terpaksa menggunakan wig karena kepalanya botak dan sangat menyesal harus berbohong pada orang tuanya yang berkomentar, "rambutmu sangat indah nak."
“Sungguh?” tanya Si Petung. Milly meyakinkannya dengan anggukan mantap, lalu melirik dan langsung berpaling dari tatapan Sandra, yang mendengus dan memutar bola mata seperti bukan Sandra. “Yang harus kau ketahui adalah bahwa kita akan berpetualang... Maksud Petung... di dunia petualangan tidak sama persis. Setidaknya akan ada lebih banyak bahaya yang mengancam,” dia berhenti sejenak untuk melihat reaksi Arnold yang merepet ketakutan. “Tapi sudahlah, kalian aman bersama Petung.”
Sandra melipat tangannya dan berkata sinis, “Petung tidak akan mendampingi gadis ini sepanjang hari, kan?”
Tapi Si Petung tidak menghiraukannya. Sedikit banyak dia tahu; dari nada bicaranya, Sandra sedang terbakar cemburu pada Milly. Sesuatu yang sangat... sangat tidak perlu dibahas lebih lanjut!
“Dan kau, Arnold?” Si Petung menanyai Arnold yang sudah sedikit merasa tenang.
“Dia butuh lebih banyak mantra kalau melihat tampangnya,” kata Sandra sambil menarik lengan Arnold. Mereka berdua menjauh beberapa langkah dari Si Petung dan Milly yang mengawasi.
Arnold yang baru kali itu menyentuh kulit halus Sandra, wajahnya langsung berseri-seri seolah mengatakan akhirnya-Sandraku-tahu-apa-yang-kurasakan-dan-kuinginkan.
Semalaman, sikap Sandra terhadap Arnold memang tergolong cuek. Di mata Sandra, Arnold hanyalah bocah kecil berotak sepuluh kali lebih mesum dari umumnya anak berusia sepuluh tahun. Dan di hati Sandra, curahan kekagumannya hanya untuk Petung seorang, titik
Akhirnya hanya Arnold yang dibekali Mantra Standar Tingkat Pemula, jilid pertama.
Awalnya Arnold mengira ini akan memakan banyak waktu untuk mempelajarinya. Dan dia sama sekali tidak keberatan karena berarti akan ada banyak waktu bersama Sandra. Lebih lama lebih bagus, pikiran kotor Arnold menguasainya.
Tapi betapa terkejutnya dia; Sandra menyobek dengan sentakan keras bagian pinggir kaos Arnold dan menyimpan potongannya. Dia bilang potongan itu untuk mahar atau alat pembayaran, pengganti koin yang lazim digunakan untuk membeli mantra.
Di dunia petualangan, kau cukup membeli Mantra di toko Mantra. Atau kalau sedang beruntung, kadang ada penyihir yang bersedia menjual mantra yang mungkin sudah ketinggalan jaman atau jarang dipakai. Dan jika suatu saat kau mendapati Mantra yang tidak berfungsi dengan benar atau lebih parahnya lagi bisa melukai diri sendiri, berarti Mantra yang dibeli sudah kadaluarsa. Mudahnya, mempelajari Mantra sama dengan membeli sepotong coklat bertabur kacang di duniamu!
Dan ternyata belum sampai di situ saja keterkejutan Arnold; tiba-tiba Sandra meludahi muka Arnold dengan kasar, tanpa memberi penjelasan terlebih dahulu.
“Apa yang kau lakukan!” teriak Arnold. Hatinya hancur seketika. “Kau jahat padaku, kenapa?”
“Maaf Arnold. Tapi seperti itulah bentuk transaksinya,” jawab Sandra, singkat, padat dan sama sekali tidak menjelaskan apapun bagi Arnold yang terlanjur sakit hati.
“Rasakan,” cetus Milly cekikikan. “Belum juga sampai ke dunia petualangan. Sudah kena semprot!”
Arnold langsung ngambek, lari dan duduk sedih membelakangi mereka. SI Petung menghampirinya dan membisikkan sesuatu padanya, “jangan sedih. Sekarang Arnold bisa mencoba mantranya.”
Si Petung lalu berfikir, ingin mencarikan ide ringan untuk menghiburnya. Tapi rupanya Arnold mendapatkan ide cemerlang lebih cepat dari Si Petung.
Arnold menyeringai nakal. Mulutnya komat-kamit dengan sendirinya, dan Si Petung sepertinya mengetahui apa yang sedang Arnold lakukan.
“Mantra Penumbuh Rambut...” keluh Si Petung pasrah.
Apa yang terjadi bisa ditebak. Semua yang hadir di situ, kecuali Arnold, rambutnya mulai memanjang.
Milly menjerit dan mengosongkan tas ranselnya untuk menutupi kepalanya. Tapi lama kelamaan tidak muat juga karena rambut pirangnya menebal. Si Petung kerepotan menghentikan teriakan Sandra yang rambutnya sudah mirip sapu lidi berwarna perak. Rambutnya seperti meleleh dan setika Sandra kalang kabut berlarian, semua daun kering, ranting patah dan kotoran binatang bersarang di rambutnya.
“Apa yang kau lakukan!” Sandra membentak Si Petung. “Lakukan mantra pembatal!”
“Lupa, tidak ingat, atau barangkali Petung sudah menjualnya,” kata Si Petung menyesal. Sejumput rambut beruban muncul dari kelapanya yang licin. “Lain kali kalau Sandra memberikan mantra, pastikan itu bukan satu-satunya mantra yang Sandra miliki.”
Biasanya setiap Mantra berpasangan dengan mantra pembatal. Jadi kalau terpaksa kau menjual mantramu untuk membeli mantra yang lebih canggih, pastikan kau juga memiliki mantra yang sama. Atau kalau memang sangat terpaksa menjual mantra satu-satunya, lari dan bersembunyilah, karena siapapun akan sangat sakit hati diludahi. Ngomong-ngomong soal meludah, aku tidak pernah menyarankan kau melakukannya di duniamu, janji?
”Aku pikir dia tidak akan senakal itu!” teriak Sandra. Mukanya tertutup rapat, nyaris seperti terkurung sangkar perak. “Oh tidak, ini mengerikan!”
“Oi yang di sana. Jangan berdebat!” jerit Milly dari jauh. Dia terjatuh, rambutnya terlalu berat untuk ditopang kepalanya.
Arnold terpingkal-pingkal dan sepertinya itu sudah cukup dan sangat keterlaluan.
Maka, semua sudah kembali normal akhirnya. Arnold berhasil membatalkan mantranya, namun dia tidak berhasil menghindari ganjaran atas kenakalannya.
“Jangan sekali-kali!” Sandra menjewer telinga Arnold, “Kau gunakan Mantra Penumbuh Rambut lagi!”
“Untuk apa coba?” gerutu Milly memunguti buku-bukunya yang tercecer. “Ini konyol! Dan aku bersumpah tidak akan membeli apapun yang kalian jual!”
“Sudah-sudah,” kata Si Petung, menggaruk kepalanya. “Arnold pasti tidak akan mengulanginya lagi.”
Arnold mengangguk, sangat dalam hingga sepertinya dia bukannya menyesal tapi sedang menyembunyikan tawa kurang ajarnya.
“Benar. Jadi langsung saja kita mulai kalau begitu,” jawab Si Petung merentangkan kedua tangannya.
“Tunggu dulu. Apa tidak sebaiknya mereka dibekali dengan Mantra Standar Tingkat Pemula?” saran Sandra, menoleh ke Arnold dan lima senti di atas ubun-ubun Milly.
Milly menolak mentah-mentah tanpa perlu berfikir. "No way!"
Sepertinya Milly masih ingat kejadian yang menimpa rambutnya saat menggunakan Sisir Suka-Suka. Saat menghadiri ulang tahun Willy, dia terpaksa menggunakan wig karena kepalanya botak dan sangat menyesal harus berbohong pada orang tuanya yang berkomentar, "rambutmu sangat indah nak."
“Sungguh?” tanya Si Petung. Milly meyakinkannya dengan anggukan mantap, lalu melirik dan langsung berpaling dari tatapan Sandra, yang mendengus dan memutar bola mata seperti bukan Sandra. “Yang harus kau ketahui adalah bahwa kita akan berpetualang... Maksud Petung... di dunia petualangan tidak sama persis. Setidaknya akan ada lebih banyak bahaya yang mengancam,” dia berhenti sejenak untuk melihat reaksi Arnold yang merepet ketakutan. “Tapi sudahlah, kalian aman bersama Petung.”
Sandra melipat tangannya dan berkata sinis, “Petung tidak akan mendampingi gadis ini sepanjang hari, kan?”
Tapi Si Petung tidak menghiraukannya. Sedikit banyak dia tahu; dari nada bicaranya, Sandra sedang terbakar cemburu pada Milly. Sesuatu yang sangat... sangat tidak perlu dibahas lebih lanjut!
“Dan kau, Arnold?” Si Petung menanyai Arnold yang sudah sedikit merasa tenang.
“Dia butuh lebih banyak mantra kalau melihat tampangnya,” kata Sandra sambil menarik lengan Arnold. Mereka berdua menjauh beberapa langkah dari Si Petung dan Milly yang mengawasi.
Arnold yang baru kali itu menyentuh kulit halus Sandra, wajahnya langsung berseri-seri seolah mengatakan akhirnya-Sandraku-tahu-apa-yang-kurasakan-dan-kuinginkan.
Semalaman, sikap Sandra terhadap Arnold memang tergolong cuek. Di mata Sandra, Arnold hanyalah bocah kecil berotak sepuluh kali lebih mesum dari umumnya anak berusia sepuluh tahun. Dan di hati Sandra, curahan kekagumannya hanya untuk Petung seorang, titik
Akhirnya hanya Arnold yang dibekali Mantra Standar Tingkat Pemula, jilid pertama.
Awalnya Arnold mengira ini akan memakan banyak waktu untuk mempelajarinya. Dan dia sama sekali tidak keberatan karena berarti akan ada banyak waktu bersama Sandra. Lebih lama lebih bagus, pikiran kotor Arnold menguasainya.
Tapi betapa terkejutnya dia; Sandra menyobek dengan sentakan keras bagian pinggir kaos Arnold dan menyimpan potongannya. Dia bilang potongan itu untuk mahar atau alat pembayaran, pengganti koin yang lazim digunakan untuk membeli mantra.
Di dunia petualangan, kau cukup membeli Mantra di toko Mantra. Atau kalau sedang beruntung, kadang ada penyihir yang bersedia menjual mantra yang mungkin sudah ketinggalan jaman atau jarang dipakai. Dan jika suatu saat kau mendapati Mantra yang tidak berfungsi dengan benar atau lebih parahnya lagi bisa melukai diri sendiri, berarti Mantra yang dibeli sudah kadaluarsa. Mudahnya, mempelajari Mantra sama dengan membeli sepotong coklat bertabur kacang di duniamu!
Dan ternyata belum sampai di situ saja keterkejutan Arnold; tiba-tiba Sandra meludahi muka Arnold dengan kasar, tanpa memberi penjelasan terlebih dahulu.
“Apa yang kau lakukan!” teriak Arnold. Hatinya hancur seketika. “Kau jahat padaku, kenapa?”
“Maaf Arnold. Tapi seperti itulah bentuk transaksinya,” jawab Sandra, singkat, padat dan sama sekali tidak menjelaskan apapun bagi Arnold yang terlanjur sakit hati.
“Rasakan,” cetus Milly cekikikan. “Belum juga sampai ke dunia petualangan. Sudah kena semprot!”
Arnold langsung ngambek, lari dan duduk sedih membelakangi mereka. SI Petung menghampirinya dan membisikkan sesuatu padanya, “jangan sedih. Sekarang Arnold bisa mencoba mantranya.”
Si Petung lalu berfikir, ingin mencarikan ide ringan untuk menghiburnya. Tapi rupanya Arnold mendapatkan ide cemerlang lebih cepat dari Si Petung.
Arnold menyeringai nakal. Mulutnya komat-kamit dengan sendirinya, dan Si Petung sepertinya mengetahui apa yang sedang Arnold lakukan.
“Mantra Penumbuh Rambut...” keluh Si Petung pasrah.
Apa yang terjadi bisa ditebak. Semua yang hadir di situ, kecuali Arnold, rambutnya mulai memanjang.
Milly menjerit dan mengosongkan tas ranselnya untuk menutupi kepalanya. Tapi lama kelamaan tidak muat juga karena rambut pirangnya menebal. Si Petung kerepotan menghentikan teriakan Sandra yang rambutnya sudah mirip sapu lidi berwarna perak. Rambutnya seperti meleleh dan setika Sandra kalang kabut berlarian, semua daun kering, ranting patah dan kotoran binatang bersarang di rambutnya.
“Apa yang kau lakukan!” Sandra membentak Si Petung. “Lakukan mantra pembatal!”
“Lupa, tidak ingat, atau barangkali Petung sudah menjualnya,” kata Si Petung menyesal. Sejumput rambut beruban muncul dari kelapanya yang licin. “Lain kali kalau Sandra memberikan mantra, pastikan itu bukan satu-satunya mantra yang Sandra miliki.”
Biasanya setiap Mantra berpasangan dengan mantra pembatal. Jadi kalau terpaksa kau menjual mantramu untuk membeli mantra yang lebih canggih, pastikan kau juga memiliki mantra yang sama. Atau kalau memang sangat terpaksa menjual mantra satu-satunya, lari dan bersembunyilah, karena siapapun akan sangat sakit hati diludahi. Ngomong-ngomong soal meludah, aku tidak pernah menyarankan kau melakukannya di duniamu, janji?
”Aku pikir dia tidak akan senakal itu!” teriak Sandra. Mukanya tertutup rapat, nyaris seperti terkurung sangkar perak. “Oh tidak, ini mengerikan!”
“Oi yang di sana. Jangan berdebat!” jerit Milly dari jauh. Dia terjatuh, rambutnya terlalu berat untuk ditopang kepalanya.
Arnold terpingkal-pingkal dan sepertinya itu sudah cukup dan sangat keterlaluan.
Maka, semua sudah kembali normal akhirnya. Arnold berhasil membatalkan mantranya, namun dia tidak berhasil menghindari ganjaran atas kenakalannya.
“Jangan sekali-kali!” Sandra menjewer telinga Arnold, “Kau gunakan Mantra Penumbuh Rambut lagi!”
“Untuk apa coba?” gerutu Milly memunguti buku-bukunya yang tercecer. “Ini konyol! Dan aku bersumpah tidak akan membeli apapun yang kalian jual!”
“Sudah-sudah,” kata Si Petung, menggaruk kepalanya. “Arnold pasti tidak akan mengulanginya lagi.”
Arnold mengangguk, sangat dalam hingga sepertinya dia bukannya menyesal tapi sedang menyembunyikan tawa kurang ajarnya.
No comments:
Post a Comment