“Si petung!” teriak Willy girang. Usianya sepuluh tahu, berbadan ceking seperti cacingan. Mukanya masih belepotan.
“Hallo Willy,” sapa si Petung ramah. “Itu saudaramu ya?”
“Iya. Namanya Arnold. Arnold, ini yang namanya si Petung,” Willy memperkenalkan, lalu berbisik ke Arnold. “Yakin deh, dia pasti bisa membantu kesulitan kita.”
Arnold agak ragu melihat penampilan si petung yang tidak meyakinkan.
Badan Arnold lebih gemuk dua kali lipat dari Willy. Tapi penampilan mereka sama ; sama-sama belepotan.
Si Petung langsung curiga. Lalu bertanya, “sudah sore begini, kenapa kalian belum mandi?”
“Airnya terlalu dingin, hiii,” jawab Arnold sambil menggoyang perutnya yang gembul. Willy ikut-ikutan menggoyang badan.
“Oh, begitu,” kata si Petung. Lalu dia mengambil sesuatu dari sakunya. “Nah, ini Petung kasih batu ajaib. Masukkan batu ini, nanti airnya berubah lebih hangat.”
Willy dan Arnold girang bukan main. Akhirnya mereka melakukan seperti apa yang disuruh si Petung.
Esoknya, si Petung yang sedang melintas, dihadang Willy dan Arnold di depan rumah. Si petung bingung. Muka mereka masih belepotan, malah daki mereka sudah mengerak.
“Lho, kok masih belepotan?” tanya si petung heran. “Belum mandi juga?”
Mereka menjawab bersamaan. “Airnya masih dingin, malah membeku Petung???”
Si petung makin heran, sejak kapan air kolam bisa sampai membeku. Lalu dia mengambil lebih banyak batu ajaib. “Kalau begitu, batunya Petung tambah. Biar esnya mencair.”
Esoknya, di sore yang sama, lagi-lagi Willy dan Arnold menghadang. Muka mereka cemberut dan sudah keliatan tidak mandi selama berhari-hari.
“Kenapa lagi Willy? Arnold? Airnya kepanasan?”
Mereka menggeleng bersamaan. Akhirnya karena curiga kalau bocah-bocah itu cuma cari alasan. Si petung minta ditunjukan kolam mereka. Tapi Willy dan Arnold malah mengajaknya ke pekarangan rumah.
Willy berkata muram, “Nah, esnya kemarin sudah mencair, Petung. Tapi pagi tadi membeku lagi sampai sekarang. Tetap dingin!!!”
Si Petung cuma bisa menggeleng, pasrah. “Wah, kenapa kalian tidak bilang, kalau kalian mandinya di sungai???”
“Hallo Willy,” sapa si Petung ramah. “Itu saudaramu ya?”
“Iya. Namanya Arnold. Arnold, ini yang namanya si Petung,” Willy memperkenalkan, lalu berbisik ke Arnold. “Yakin deh, dia pasti bisa membantu kesulitan kita.”
Arnold agak ragu melihat penampilan si petung yang tidak meyakinkan.
Badan Arnold lebih gemuk dua kali lipat dari Willy. Tapi penampilan mereka sama ; sama-sama belepotan.
Si Petung langsung curiga. Lalu bertanya, “sudah sore begini, kenapa kalian belum mandi?”
“Airnya terlalu dingin, hiii,” jawab Arnold sambil menggoyang perutnya yang gembul. Willy ikut-ikutan menggoyang badan.
“Oh, begitu,” kata si Petung. Lalu dia mengambil sesuatu dari sakunya. “Nah, ini Petung kasih batu ajaib. Masukkan batu ini, nanti airnya berubah lebih hangat.”
Willy dan Arnold girang bukan main. Akhirnya mereka melakukan seperti apa yang disuruh si Petung.
Esoknya, si Petung yang sedang melintas, dihadang Willy dan Arnold di depan rumah. Si petung bingung. Muka mereka masih belepotan, malah daki mereka sudah mengerak.
“Lho, kok masih belepotan?” tanya si petung heran. “Belum mandi juga?”
Mereka menjawab bersamaan. “Airnya masih dingin, malah membeku Petung???”
Si petung makin heran, sejak kapan air kolam bisa sampai membeku. Lalu dia mengambil lebih banyak batu ajaib. “Kalau begitu, batunya Petung tambah. Biar esnya mencair.”
Esoknya, di sore yang sama, lagi-lagi Willy dan Arnold menghadang. Muka mereka cemberut dan sudah keliatan tidak mandi selama berhari-hari.
“Kenapa lagi Willy? Arnold? Airnya kepanasan?”
Mereka menggeleng bersamaan. Akhirnya karena curiga kalau bocah-bocah itu cuma cari alasan. Si petung minta ditunjukan kolam mereka. Tapi Willy dan Arnold malah mengajaknya ke pekarangan rumah.
Willy berkata muram, “Nah, esnya kemarin sudah mencair, Petung. Tapi pagi tadi membeku lagi sampai sekarang. Tetap dingin!!!”
Si Petung cuma bisa menggeleng, pasrah. “Wah, kenapa kalian tidak bilang, kalau kalian mandinya di sungai???”
No comments:
Post a Comment